Dua Hidup Kader Benda Baru
Tangerang Selatan, Berita Fikes Online,- Jam menunjukkan pukul tujuh pagi, namun di pelataran Musala Nurul Qodar, Ana Farida tengah sibuk menjajakan dagangannya. Ida, panggilan akrabnya, berulang kali bolak-balik antara musala dan rumahnya, mengambil bahan dan menggoreng bakwan. Sejak Senin (20/2) lalu, Musala Nurul Qadar menjadi tempat pos gizi sebagai bentuk intervensi ibu dan anak yang teridentifikasi stunting. “Paginya saya jualan dulu, baru nanti beres-beres untuk pos gizi,” tutur Ida.
Ida yang telah dua tahun bergabung sebagai kader posyandu di RW 09 Kelurahan Benda Baru, Kecamatan Pamulang biasa membantu berbagai kegiatan yang dilakukan oleh kader. Lantaran jarak rumahnya yang dekat musala, Ida dipercaya untuk menyiapkan segala keperluan untuk pos gizi. Selepas berjualan, nantinya Ida akan memasang speaker, menyapu lantai musala, dan menggelar terpal sebagai alas duduk peserta pos gizi.
Di kesempatan Rabu (22/2) pagi itu Ida dibantu oleh mahasiswa Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang melaksanakan pengalaman belajar lapangan (PBL). Pos gizi yang digagas oleh kader rencananya akan dilaksanakan selama lima hari, sampai Jumat (24/2). Pos gizi menyasar lima belas ibu dan anak yang telah teridentifikasi stunting untuk mengikuti berbagai rangkaian kegiatan mulai dari edukasi sampai latihan memasak.
Selesai menggelar terpal, Ida mohon diri untuk kembali ke rumahnya, berkemas diri dan mengeluarkan berbagai keperluan memasak: piring, gelas, wajan dan spatula. Peralatan ini nantinya akan menjadi media edukasi untuk mengenalkan berbagai makanan bergizi serta cara membuatnya kepada peserta pos gizi. Harapannya, ibu-ibu dapat memasak makanan tersebut secara mandiri sekembalinya ke rumah nanti.
Ketika matahari agak naik, para peserta dan kader lainnya mulai berdatangan. Salah satunya adalah Dedeh Kurniasih, juga kader posyandu di RW 09, yang membawa berbagai makanan pelengkap pos gizi. Dedeh membawa sebakul nasi yang baru tanak beserta sayur mayur sebagai pelengkap.
Acara hari itu dibuka oleh pemberian materi oleh mahasiswa Kesmas UIN Jakarta. Mahasiswa menjelaskan urgensi stunting serta penanganannya, mulai dari proses identifikasi sampai intervensi. Selama penyuluhan, Ida kerap bolak-balik ke dapur dan aula musala untuk menyiapkan peralatan yang dibutuhkan. Meskipun begitu, Ida mengaku masih fokus mendengarkan materi yang disampaikan mahasiswa.
“Memang alasan saya menjadi kader agar bisa menambah pengetahuan tentang kesehatan, dan supaya bisa berbaur dengan masyarakat di lingkungan,” tutur Ida selepas pemberian materi. Selesai penyuluhan, acara dilanjutkan dengan praktik memasak bersama antara peserta dengan kader.
Rabu itu para ibu mengolah opor telur serta tumis brokoli sebagai menu makanannya. Selama memasak, kader yang dibantu oleh petugas puskesmas aktif memberikan informasi mengenai kandungan gizi yang terkandung dalam makanan yang sedang mereka olah. Tiap hari, menu makanan di pos gizi disusun berdasarkan pedoman gizi seimbang “Isi Piringku” yang mencakup karbohidrat, lauk pauk, sayur, serta buah-buahan.
Belum selesai pos gizi, Dedeh meminta diri untuk pamit dan menyiapkan pengajian yang akan berlangsung bakda Zuhur nanti. Selain aktif sebagai kader, Dedeh juga menjabat sebagai Ketua Majelis Taklim Al Hidayah RT 02/RW 09 Kelurahan Benda Baru yang mengadakan taklim mingguan tiap hari Rabu. Dedeh mengaku bahwa seringkali kegiatan posyandu dilaksanakan berbarengan dengan persiapan majelis taklim. Namun, menurut pengakuan Dedeh, ibu-ibu selalu aktif untuk mengisi kegiatan posyandu selama dirinya aktif di kegiatan majelis taklim.
Ida maupun Dedeh merupakan gambaran dua hidup yang dijalani oleh kader posyandu di Kelurahan Benda Baru. Paginya mereka mencari nafkah dan mengurusi kegiatan posyandu, lalu siangnya mereka mengikuti pengajian. Dedeh, yang telah delapan tahun aktif sebagai kader posyandu telah merasakan beragam pahit manisnya kehidupan selama bermasyarakat. “Meskipun lurahnya sudah ganti, saya masih tetap jadi kader,” celetuk Dedeh.
Delapan tahun menjabat, Dedeh merasa bahwa kendala terbesar selama menjadi kader adalah ketika mengajak orang-orang untuk datang ke posyandu atau meminta masyarakat menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). “Kesadarannya masih kurang,” imbuhnya. Kader-kader pun kerap silih berganti, hingga kini menyisakan Dedeh dan Ida sebagai kader yang tersisa dari RT 02.
Meskipun sudah berusaha untuk menarik minat ibu-ibu muda agar mau menjadi kader, Dedeh mengaku bahwa jalan yang harus ia jalani masih panjang. “Banyak yang kurang tertarik,” katanya. Meskipun begitu, Dedeh tetap yakin dengan eksistensi kader posyandu di RW 09 Benda Baru karena program dan manfaat yang ditawarkannya cukup besar untuk membantu masyarakat, khususnya ibu hamil atau ibu dengan balita.
Tidak ketinggalan, selepas kegiatan pos gizi Ida juga turut membagikan pengalamannya selama dua tahun aktif sebagai kader posyandu. Selain mengurus posyandu, Ida berujar bahwa kader juga aktif untuk melakukan “ngitik”, singkatan dari ngider jentik untuk mencari jentik nyamuk di lingkungan masyarakat. Dalam pelaksanaannya, Ida mengaku bahwa jalan yang ia tempuh tidak selalu mulus. Ida pun terkadang mendapatkan penolakan dari masyarakat yang tidak mau rumahnya diperiksa.


