Seminar Pengembangan Profesi Keselamatan dan Kesehatan Kerja: BASE: Building Community Safety through Preparedness Intention in Social Conflict
Berita FIKES Online, - Program Studi Kesehatan Masyarakat FIKES UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengadakan Seminar Pengembangan Profesi Peminatan K3 Tahun 2025 dengan tema “BASE: Building Community Safety through Preparedness Intention in Social Conflict”. Acara dilaksanakan secara daring pada 18 November 2025 dan diikuti oleh sekitar 580 peserta dari berbagai kalangan masyarakat.
Seminar ini bertujuan meningkatkan pengetahuan publik tentang niat perlindungan diri saat terjadi huru-hara serta menyebarluaskan hasil penelitian mahasiswa K3 angkatan 2022. Kegiatan dibuka dengan sambutan dari Ketua Pelaksana Muhammad Hisyam Aqil, perwakilan Dekan FIKES Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt., dan Ketua Prodi Kesmas Dr. Raihana Nadra Alkaff.
Pada sesi keynote speech, dr. Winarto, MARS menekankan pentingnya kesiapan mental dan fisik masyarakat dalam menghadapi potensi kericuhan sosial yang meningkat akibat ketimpangan ekonomi. Ia menegaskan bahwa edukasi perlindungan diri merupakan langkah penting untuk meminimalkan risiko cedera dalam situasi tidak terkendali.
Sesi berikutnya pemaparan hasil penelitian oleh tim riset Semprof K3 yang terdiri dari Nurul Ahfiani dan Humaira Putri Shabirah. Penelitian bertajuk “Faktor yang Berhubungan dengan Niat Perlindungan Diri saat Terjadi Huru-Hara pada Masyarakat Jabodetabek Tahun 2025” tersebut menunjukkan temuan yang cukup mengkhawatirkan. Berdasarkan data yang diolah, sebanyak 54,8 persen responden ternyata memiliki niat perlindungan diri yang rendah ketika dihadapkan pada situasi huru-hara. Responden cenderung tidak berniat mengikuti instruksi titik aman, tidak melakukan perlindungan terhadap bagian tubuh vital seperti kepala, wajah, dan dada, serta kurang sadar pentingnya menghindari kerumunan yang berisiko menimbulkan desakan. Temuan ini menjadi indikator bahwa kesiapsiagaan masyarakat masih jauh dari ideal, terutama dalam menghadapi kondisi sosial yang tidak stabil.
Setelah sesi diseminasi penelitian, seminar dilanjutkan dengan materi dari tiga narasumber. Materi pertama disampaikan oleh Ns. Eni Nuraini Agustini, S.Kep., M.Sc., Ph.D., yang membahas aspek psikologis, sosial, dan faktor K3 yang memengaruhi niat seseorang untuk melindungi diri. Ia menjelaskan bagaimana respons manusia terhadap ancaman tidak hanya bersumber dari naluri biologis, tetapi juga dipengaruhi oleh pengalaman, persepsi risiko, kondisi emosi, hingga norma sosial. Struktur otak seperti hipotalamus, hippocampus, dan amigdala memainkan peran penting dalam menentukan respons otomatis seseorang, sementara faktor seperti pengalaman masa lalu dan tingkat kepercayaan diri menentukan seberapa cepat individu mampu mengambil tindakan perlindungan.
Materi kedua dibawakan oleh Ujang Dede Lasmana, S.K.M., M.Kes., M.Si., yang fokus pada teknik pertolongan pertama pada diri sendiri saat terjadi kericuhan. Ia menyoroti perubahan pola kerusuhan di Indonesia yang kini banyak dipengaruhi oleh media sosial. Tidak seperti kericuhan beberapa dekade lalu yang memiliki struktur komando lapangan yang jelas, kericuhan saat ini sering terjadi secara spontan dan masif tanpa pemimpin yang dapat dikenali. Hal ini menyebabkan dinamika lapangan sulit diprediksi dan memperbesar risiko jatuhnya korban, terutama karena masyarakat belum memiliki kemampuan dasar untuk bertahan dalam situasi berbahaya.

Materi ketiga disampaikan oleh Panji Arum Bismantoko, S.T., M.M., yang memaparkan teknik evakuasi serta manajemen risiko diri dalam situasi huru-hara. Ia menjelaskan tata cara mengidentifikasi titik bahaya, mengambil keputusan cepat ketika berada di tengah kerumunan, serta strategi evakuasi yang sesuai dengan dinamika massa. Ketiga materi narasumber tersebut mendapat respons sangat positif dari peserta, terbukti dari sesi diskusi yang berlangsung interaktif dan mencerminkan tingginya antusiasme peserta terhadap isu keselamatan publik.
Pada akhir acara, peserta mengikuti post-test dan evaluasi. Perbedaan nilai pre-test dan post-test dijelaskan bukan sebagai penurunan pemahaman, melainkan karena jumlah pengisi formulir yang berbeda. Mayoritas peserta justru merasa mendapatkan wawasan baru terkait strategi perlindungan diri, dinamika kerumunan, faktor psikologis dalam pengambilan keputusan, serta contoh kasus nyata.
Banyak peserta mengusulkan agar seminar berikutnya dilakukan secara luring agar simulasi dan demonstrasi keselamatan dapat disampaikan lebih efektif. Secara keseluruhan, Seminar Pengembangan Profesi K3 Tahun 2025 dinilai berhasil menjadi wadah edukasi publik yang relevan dengan meningkatnya potensi konflik sosial. Kegiatan ini diharapkan memperkuat budaya keselamatan dan menjadi dasar untuk penelitian serta seminar lanjutan yang lebih komprehensif. (Semprof K3)
